Minggu, 15 Desember 2019

Review Makaroni Pedas Asin di Surabaya (Macaroni Cuck dan Makaroni Ngehe)

Awal kepikiran buat beli makaroni pedas ini karena ingin me.......... Huft. Yahitudeh. 

Oke langsung saja.

Pertama, Makaroni Ngehe di Surabaya. Saya beli di Bratang. Pertama kali beli yang level 3 rasa balado dan asin. Rasa baladonya manis gitudeh. Rasa asin nya asin. Tanya masnya ada berapa level. Untuk makaroni nya ada level 1 - 5. Nggak tahu deh varian pedes-pedes lainnya bagaimana. Selihat saya ada mie mie, lidi, dan bentuk tepung goreng yang lainnya. Sempat lihat putih-putih bulat bentuk cimol tapi enggak deh. Masih belum tertarik buat nyoba. Makaroninya yang level 3 menurut saya nggak seberapa pedes. Waktu pertama beli agak takjub karena kemasan plastikannya uwu.

Sebenarnya Apa Itu Uwu?! Ini Artinya! Bukan yang di Twitter!

Setelah beli level 3, hari-hari selanjutnya saya penasaran sama yang level 5. Repuchase ke-dua adalah rasa asin lagi dan plastikan lagi. Beli satu aja, karena pengen nyoba makaroni lain yang ada di internet-internet warga Surabaya. Waktu lihat mas nya nyampur makaroni dan bumbu-bumbunya saya pengen wahing-wahing, padahal waktu beli yang level 3 enggak wahing. Ditawarin buat ngincip, tapi sudah tahu rasanya, mas. Maaf kutolak. 

Seperti yang sudah saya bilang di atas, saya pengen nyoba makaroni pedes lain. Setelah pencarian di google, nemu rekomendasi Macaroni Cuck. Tempatnya di daerah Gubeng. Review di Google maps bagus bagus. Dekat kampus saya dulu sebelum wisuda. Setelah dicari ternyata tempatnya jadi satu dengan Pentol Gila. Di suatu gang makanan-makanan dekat Unair. Di Gubeng Airlangga II. Tempat ini terkenal di kalangan mahasiswa Unair. 

Setahu saya makanan nya banyak yang semacam ayam geprek, pedes. Pentol gila isi cabe, pedes. Seblak, pedes. Es coklat, manis. Pisang keju alias pisang goreng ditepungi dengan topping keju dan gula-gula coklat, manis. Cocok untuk lidah-lidah manja. Ginjal dan lambung strong tapi harus.

Tempat di Cuck ini lebih sederhana daripada Ngehe. Di Ngehe masnya pake seragam, ada masker penutup mulut yang kayak di penjual Xing Fu Tang.  Di Cuck enggak ada semuanya. Saya beli Macaroni Cuck kemasan plastik rasa garlic and lime satu saja level 4. Nggak tahu kenapa kok nggak beli level 5. Disana bisa terlihat ada macam-macam bentuk tepung goreng renyah. Malah ada makaroni versi ngembang. Saya sempat lihat ada basreng juga. 

Sesudah tahu rasanya Macaroni Cuck ini, lidah saya agak menolak Makaroni Ngehe. Soalnya Cuck ini gak cuma asin, tapi juga ada rasa daun jeruk. Enak dan cocok di lidah saya. Bikin terharu lagi, di kemasannya ada tulisan Hand Cooked. Dimasak pake tangan. Berasa spesial. Untuk semua makanan yang beli diluar, nggak usahlahya bertanya-tanya hygiene. Skeptis nggak apa-apa, percaya yang terbaik juga nggak apa-apa. 

Soal bentuk makaroni gorengnya, yang Cuck lebih besar daripada Ngehe. Padahal bukan yang versi ngembang. Saya jadi ingat, sesudah makan makaroni Ngehe, lidah saya perih-perih gimana gitu. Mungkin makannya kurang pelan. Satu lagi, dua-duanya bikin cegukan setelah makan. Efek pedes kali ya. Pas makan makaroni Ngehe level 3 juga after effect nya cegukan juga. Harga sama, 6 ribu

Penilaian sesuai preferensi saya buat makaroni ordinary rasa asin Ngehe vs Cuck: 

Tempat jualan 1 - 0
Packaging 2 - 0
Sendok plastik 2 - 1
Tekstur makaroni 2 - 2 
Rasa 2 - 3

Intinya, buat saya, kalau soal makaroni rasa asin, Cuck yang menang. Viva daun jeruk!

Eh.. emang pake daun jeruk? Wkakaka..

Yah, semuanya punya kekurangan dan kelebihan. Begitupun kita.

Kreseknya Ngehe merah (kiri) - Cuck putih (kanan)

Kemasan Cuck - staples


Sendoknya tugel :( gara-gara masuk tas 

Kemasan Ngehe. Tutupnya plastik elastis. Nggak kelihatan kalau sudah diambil satu makaroni




Senin, 09 Desember 2019

Sepatu Jebol Naik Gunung Penanggungan

Makin kesini saya makin tidak percaya diri untuk menulis blog. Saya sampai browsing-browsing bagaimana tulisan orang-orang lain yang muncul di pencarian google tentang topik yang sama. Huee.

Kali ini saya mau nulis tentang perjalanan di gunung Penanggungan dan puncak Pawitra-nya di bulan-bulan awal 2019 ini.

Welcome to my post in the last month of the year 2019!

Mungkin saya akan menulis post lain tentang pendakian gunung Pundak atau Semeru cuma sampai Kalimati. Karena waktu-waktu yang lalu saya melakukan debut sebagai salah satu orang-orang yang camping di gunung-gunung yang sepertinya cocok untuk pemula seperti saya.

Penanggungan 16-17 Februari 2019

Awalnya kami merencanakan keberangkatan dengan 6 orang, lalu menyusut jadi 4 orang, dan berakhir pergi bertiga saja.

Dua cewek dan satu cowok pula. Nasib hidup kekurangan cowok.

Kami naik motor, saya membonceng. Ada yang sendirian tentunya. Masa cengluuu.

This should be a long post, but I'm gonna make it short.

Untuk jalur pendakian, setahu saya yang paling terkenal itu ya Tamiajeng dan Jolotundo. Tapi menurut saya yang ramai ya lewat Tamiajeng ini. Pemandangannya lebih bagus daripada lewat Jolotundo. Cuman yaa saya sempat penasaran gimana sih kalau lewat Jolotundo soalnya saya juga pengen lihat-lihat situs bersejarah yang bisa dijumpai kalau lewat Jolotundo.  Tapii kalau diantara semua anggota rombongan belum ada yang pernah lewat sini, alias tidak familiar dengan jalur ini,   via Jolotundo cukup tidak direkomendasikan. Karena pertimbangan keselamatan juga, akhirnya kami memilih jalur Tamiajeng.

Jalur ini cukup mudah dijangkau. Lewat UTC kampus UBAYA di Trawas. Bisa pake google maps juga.

Waktu itu Penanggungan ditutup mulai Januari karena cuaca buruk. Rencananya, kami berangkat seminggu sebelum tanggal yang disebut di atas. Seminggu sebelumnya, jalur pendakian baru dibuka. Kata orang di loket, kalau pas baru dibuka, itu masih sepi. Wah, andai saja.... Berandai lagi. Harga tiket, seingat saya 10 ribu. Dapat stiker buat kenang-kenangan. Kami sempat dibriefing petugas, kalau naik ke puncak Pawitra besok harinya, tolong waspada sama barang berharga dan bawang bawaan yang ditinggal di dalam tenda. Karena ada kejadian kehilangan barang waktu ditinggal muncak sama empunya. 

Hmmmm. Rasanya si gunung sudah tidak ada harga diri hingga ada orang berani mencuri.

Meskipun ramai mari kita tetap coba lihat sisi baiknya.. Kami cuma bertiga, sepi. Kalau ramai bakal ketemu banyak orang. Nggak sepi lagi. Waktu di pos 1, pos yang masih ada warung, kami bertemu bapak-bapak penunjuk jalan yang kami temui sebelum sampai di basecamp. Ternyata beliau pemilik warung gais. Lalu mengobrol agak lama. Ngalor ngidul nggak ingat waktu. Kami juga melihat ada rombongan pendaki yang kata bapak pemilik warung, masih SMP, laki-laki semua. Agak shock wkwk. Sudah dewasa rupanya ya rombongan remaja SMP yang waktu itu bertemu. Dah tua-tua mahasiswa malah masih kekanak-kanakan.

Sepanjang perjalanan menuju pos bayangan, kami bertemu macam-macam bentuk rombongan. Ada yang berempat, cewek-cowok cewek-cowok, berlima cowok semua ceweknya cuma satu, dan kami rombongan cewek dua cowok satu. Kebanyakan dari daerah Jawa Timur. Surabaya, Sidoarjo, ada yang dari Bojonegoro. Rata-rata naik sepeda motor.

Waktu di perjalanan hujan sedikit. Hampir sampai pos bayangan, jalanannya lumayan menantang karena perlu merangkak, buat saya pendaki pemula. Kemiringan mulai kejam. Plus, ada pemandangan lampu-lampu kota di bawah. Waktu itu, kami naik sekira jam 5 sore, masih agak padang cahayanya. Sampai puncak bayangan sekira jam 9 atau 10 seingat saya,

Setelah sampai di pos bayangan, kami kesusahan menemukan tempat untuk mendirikan tenda. Ramai juga ternyata ya. 

Setelah nemu, kami segera mendirikan tenda dan memasak mie. Setelah itu langsung tidur karena capek. Disini lebih tenang daripada di gunung Pundak. Tidurpun lebih nyenyak. Mungkin orang-orang mengisi energi buat ke puncak Pawitra.

Pagi-pagi sekali, sempat melihat sunrise. Momen lumayan uwu.

Matahari terbit merah jambu, lalu jingga hingga berubah terang.


Pos bayangan dan pemandangan puncak pawitra

Sesudah sikat gigi dan berunding enaknya naik ke puncak atau tidak, saya bersikeras untuk naik, karena saya sudah pengen sejak dulu kala.

Selfish.

Kami muncak berdua, lalu bertiga, lalu berdua lagi. Karena masalah kaki. Sepertinya lumayan lama. Sampai teman saya yang berjanji menunggu di tengah-tengah perjalanan akhirnya kembali ke tenda. Muupin yaw T-T maklum saya pendaki lamban.

Trek berbatu. Kemiringan: sudut siku-siku 90 in my mind

Waktu muncak, saya hanya sangu kacang sukro sebungkus dan sebotol 1 liter di saku jaket. Sangu kamera saku, dan nggak bawa hp seingat saya. Belum makan nasi sudah harus memforsir tenaga.

Treknya nyebelin, sih. Berbatu, kemiringan kayak nggak miring. Nggak bisa pake sekadar dua kaki. Butuh tangan buat pegangan. Gak tau pengen lagi apa enggak buat ndaki-ndaki macam beginian. Lelah bang, puncak nggak kunjung terlihat. Hanya terlihat beberapa sampah plastik yang tidak dibawa turun oleh empunya. Sayangnya lagi, sepanjang perjalanan saya sempat menemukan sampah bungkus roko. Siapa lagi kalau bukan manusia tidak bertanggung jawab. Jadinya, merelakan sedikit tempat di saku jaket untuk memungut sebagian sampah yang sekiranya nggak menodai jaket saya. Terlihat juga batu-batu besar yang dicoret-coret.

Pemandangan gunung welirang - arjuno di puncak penanggungan

Eh..... itu, sampai juga di puncak.
Bahagia juga lho sampai puncak. Keinginan tercapai. Wuhu.
Kami pun selfie-selfie, foto-foto orang, wajah, sampai sepatu yang jebol. Yhaa.

Kaki-kaki pemilik sepatu jebol

Masalah datang waktu turun menuju camp puncak bayangan. Mungkin asam lambung sudah naik karena telat makan. Lalu masuk angin. Lemes banget rasanya. Jalan turun sangat pelan. Kepleset berkali-kali. Anxiety kumat wkk.... Rasanya pengen diseret aja. Kejadian di Semeru terulang kembali. Tapi beneran enak lho pas diseret wahahaha.
Kami baru sampai di puncak bayangan jam 10. Sudah agak panas. Lalu mengisi perut dengan makan roti bakar isi daging burger bernardi. Roti bakar pun terasa nikmat, buat teman-teman saya. Karena perut saya sedang tidak beres. Sesudah makan, kami segera beres-beres barang-barang, tutup tenda dan melanjutkan perjalanan menuju basecamp. Kira-kira jam 12 siang. Perjalanan terasa lambat karena saya memang berjalan sangat lambat. Lemas rasanya.

Sampai turun ke bawah, sepatu saya sudah jebol parah. Bukan sepatu gunung soalnya. Anu, sepatu  olahraga jaman sekolah yang masih muat. Gak layak pakai. Solnya, alasnya, lepas semua jadi 2 lapis. Akhirnya saya ganti sandal di warung pos 1 sambil menyeruput es nutrisari jeruk.

Sesudahnya, kami melanjutkan perjalanan lagi ke basecamp. Sesampainya di basecamp kira-kira jam 4 sore, sangat ramai dan ada akustikan juga. Di sana saya makan soto seharga 10 ribu an dan teh hangat. Cukup ampuh untuk menyembuhkan saya. Saya jadi bersemangat kembali. Sebelumnya, saya sempat menelan obat maag dan obat masuk angin waktu di puncak bayangan.

Untung saja setelah itu saya bisa melanjutkan perjalanan kembali ke Surabaya membonceng naik motor. Waktu itu kami pulang jam 5 sore. Sudah petang. Hampir 24 jam menghabiskan waktu di gunung.

Meskipun sudah sempat sampai puncak penanggungan ini, pengen nyoba tek-tok sih. 
Semoga bisa di lain waktu ~