Karena menulis di blog sekarang tidak sepopuler dulu..
Jadi pengen bercerita tentang sebuah perjalanan yang pernah dilalui.
Ceileh.
Sebuah kisah perjalanan yang bikin rindu ingin kembali.
Semeru, Desember 2017.
Dulu sebelum ke gunung Semeru, saya selalu penasaran, gimana sih rasanya mendaki gunung, terus tidur di tenda bersama sepi sunyi senyap dari hiruk pikuk peradaban, masak-memasak, ngobrol bareng teman-teman, kedinginan, sama melihat pemandangan di pucuk gunung..
Korban pemandangan gunung di jalur mudik.
Korban pemandangan gunung di jalur mudik.
Juga, waktu itu pertama kali tahu rasanya kalau mendaki itu sejatinya butuh banyak persiapan. Yaaa meskipun itu pas ke gunung semeru ikutan open trip dimana semua peralatan untuk bersama mulai dari tenda, nesting, bahan makanan, sudah disiapkan semua oleh mas-mas yang buka jasa open trip ini. Ada porternya lagi! Wuih, berasa sultan. Semua fasilitas tersebut diluar perlengkapan pribadi tentunya, macam sleeping bag, matras, air minum satu setengah liter dua botol, cemilan, obat pribadi, yang juga menyewa dan beli bareng-bareng sahabat saya sewaktu SMA. Dia ini sudah lumayan banget soal daki-mendaki karena dia anak pecinta alam di kampusnya. Kalau saya sih sudah pengen daftar jadi anggota pecinta alam dari jaman maba, tapi gak direstui orang tua. Cita-cita dari jaman SMA hiks. Maklum, kegiatan cari mati. Ya, gak cari mati juga sih kalau dengan persiapan yang matang, dan tentu segala sesuatu terjadi karena izin-Nya, bukan? :)
Soal izin orang tua pas ikutan open trip, hoho, tentunya pake taktik "H-3, sudah terlanjur bayar, kalau batal jadinya kehilangan uang DP :(" ternyata dibolehin LOL. Diri saya ini harganya adalah DP setengah dari total biaya open trip. Alhamdulillah.
Dimana ada kemauan, akhirnya dibolehin juga. Dengan janji, kalau nggak kuat nggak maksa sampe puncak mahameru. Dalam hati, lihat nanti deh. Padahal bercita-cita bisa sampai di pucuknya gunung.
Ambisi anak bawang.
Ternyata mas-mas yang ngadain open trip ini mahasiswa. Seumuran lagi. Dan ada adik kelasnya. Mereka bertiga yang mengatur perjalanan mulai dari Surabaya, Ranu Kumbolo, Puncak Mahameru, sampe balik lagi ke Surabaya. Mengoordinir mulai dari kendaraan menuju Malang, menjemput peserta dari luar pulau, eh luar pulau apa Jakarta pokoknya gak ngomong bahasa Jawa lah, di bandara naik mobil travel. Rencananya PP ke Malang naik kereta api, tapi kehabisan tiket, sampe Ranu Pane.
Setelah naik mobil travel, kami turun di pasar Tumpang untuk oper naik hardtop menuju Ranu Pani/e. Seluruh rombongan yang isinya kurang lebih 10 orang (lupa) muat di satu hardtop agak berdesakan dan berdiri. Menurut saya agak gak aman sih. Sepanjang perjalanan, cuaca sejuk, lewat pepohonan, lewat Coban Pelangi dan melihat lautan pasir gunung Bromo. Indah sekaliiii.
Ini sejatinya kayak mendaki bareng, tapi mas-mas open trip ini sudah tahu medan di gunung Semeru, plus, fisiknya bener-bener kuat. Kayak gak ngerti apa itu capek. Ngerokoknya juga kuat. Saya sendiri sering ketinggalan di belakang bersama beberapa peserta open trip lain yang jalannya macam siput. Tapi pasti ada satu mas-mas yang di belakang sendiri. Yang paling sabar pokoknya membersamai peserta open trip yang jalannya gak bisa cepet wkwk. Yang paling muda juga. Nurut yang tua aja lah- seakan jadi prinsipnya. Setelah briefing di suatu ruangan macam aula, bersama pendaki lain, kami mulai pendakian mulai jam 4 sore, di tengah-tengah perjalanan sempat berhenti di salah satu pos buat kopi dan melihat pendaki lain masak mie instan. Saya cuma bisa melihat sambil kelaparan dan nyeruput susu coklat panas. Sebenarnya bisa makan roti buat mengganjal lapar, tapi entah kenapa nafsu makan jadi hilang kalau sudah kena udara dingin. Sudah begitu, makannya juga gak bisa banyak seperti biasanya. Eh, biasanya gak banyak sih porsinya, tapi kalau dikasih porsi banyak bisa habis juga haha. Sehari-hari banyak nyemilnya. Tapi kalau digunung, entah kenapa berbeda. Seakan tidak selera buat nyemil. Maunya yang anget-anget macam mie kuah, soto, bakso, rawon, sayur asem. Wkkk..
Salahnya disini.. Tidak mau memaksakan makan roti buat masuk perut. Asam lambung kambuh, terus udara dingin, jadi masuk angin. Rasanya makin dingin saja. Kami baru sampai Ranu Kumbolo kira-kira jam 10 malam. Lama juga ya.. Masih merasa sehat waktu di Ranu Kumbolo meskipun perut sakit karena tadi kelaparan. Menu malam pertama di Semeru adalah omelet dan nasi. Setelah makan malam, perut saya masih terasa sakit. Disini saya sadar kalau maag mulai kambuh dan minum obat maag karena nggak segera makan waktu lapar. Sudah makan langsung tidur, tapi tidurnya nggak bisa nyenyak karena udara di Semeru dingin sekali.. Padahal si jaket sudah sangat tebal kalau digulung mirip sleeping bag, tapi masih kedinginan.
Paginya, berfoto-foto di danau Ranu Kumbolo seperti biasanya. Kalau sudah begini pemandangannya sih bikin nggak bisa berhenti buat foto-foto atau video pemandangan. Menyimpan gambar sebagai kenangan gitu deh. Setelah sarapan pagi yang dimasakkan sama mas-masnya, kami melanjutkan perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati. Oh iya, waktu sarapan kami juga sempat mengobrol sambil bercanda sama peserta lain dan mas-mas open trip. Lalu ada celetukan yang menurut saya lucu sekaligus agak ironi semacam, "Ini memang orang-orang kurang kerjaan menghabiskan waktu 4 hari 3 malam di gunung capek-capek. Hahaha."
Hm. Gimana ya. Saya yang merasa pengen ketawa, tapi sempat juga setuju, "Iya ya?" Lalu ada penyangkalan lagi, "Lah, kan yang dicari pemandangan sama udara dingin yang nggak bisa ditemui di Surabaya." Ya kali kalau saya tinggal di gunung mungkin sudah bosan kalau disuruh lihat pemandangan gunung lagi. Tapi juga kan mendaki itu kegiatan yang bisa membuat tubuh bergerak bonus pemandangan hijau-hijau pohon di hutan yang perlahan habis dibabat pelaku kapitalisme. Plus, bisa dapat teman baru, bisa berbagi pengalaman dan topik obrolan seru. Intinya sebuah perjalanan tentu ada pelajaran di dalamnya. Bisa jadi lebih bijak dalam hidup. Cieeh.
Sebelum lanjut perjalanan, kami berfoto dulu. Nah, sesudah berfoto ini, tiba-tiba tubuh terasa lemah. Awalnya saya bawa tas carrier Sunita, karena tidak semua barang dibawa ke Kalimati. Rencananya mau membawa tas itu bergantian. Banyak logistik dan pakaian yang sengaja dikumpulkan dan ditinggal di satu tenda di Ranu Kumbolo dijaga sama satu porter yang kami sewa. Sepertinya porternya nggak sampai Kalimati. Barang-barang tersebut ditinggal untuk meringankan beban pendakian. Kami pun melanjutkan naik Tanjakan Cinta. Namanya Cinta, tapi berat bagi saya. Ya Allah, sungguh terasa berat naik tanjakannya. Sangat menanjak. Turunnya pun juga menurut saya cukup curam seperti hampir 90 derajat kemiringannya. Pas turun menuju oro-oro ombo, saya sampai memilih untuk perosotan karena berasa nggak kuat lagi menyangga badan. Belum ada yang sadar kalau saya sedang nggak enak badan. Saya sendiri masih nyoba buat dikuat-kuatkan. Padahal waktu itu udara mulai hangat tapi saya masih kedinginan dengan memakai jaket tebal. Membuat orang-orang terheran. Sampai waktu berjalan di padang rumput oro-oro ombo itu saya berjalan sangat lambat sampai ketinggalan jauh dari semua peserta trip termasuk mas-mas PJ open trip. Untung ada sahabat saya. Melihat ada yang nggak beres, tas carrier langsung diminta buat dibawa dia.
Sampai Cemoro Kandang barulah mas-mas ini tahu kalau saya sedang tidak enak badan. Jadilah, tim dibagi menjadi 3: paling depan, yang fisiknya kuat, tengah-tengah, dan yang paling belakang. Ditaruhlah saya di tim paling belakang. Dengan keadaan yang sering mual, saya banyak berhenti. Tentu peserta lain yang paling depan terus jalan, sudah tidak terlihat sama sekali. Tim tengah-tengah kadang ikut berhenti, kadang terus, kadang bertemu di tengah perjalanan. Tapi yang pasti saya selalu di belakang bersama mas-mas sweeper. Yang paling sabar lah pokoknya. Seringnya berdua, karena kondisi fisik saya yang sedang di titik terlemah, dan berjalan sangat lambat. Karena bukan perjalanan malam hari, maka tim berpencar. Tapi tetap sweeper akan berada di baris paling belakang. Memastikan tidak ada peserta yang ketinggalan.
Waktu istirahat di tengah hutan antara Cemoro Kandang dan Jambangan, sempat ada mas-mas yang memerhatikan kami dari jauh, lama sekali. Sepertinya itu mas-mas semalam yang sempat ikut rombongan open trip kami.
Sampai di Jambangan saya beristirahat yang agak lama sambil menyeruput air hangat supaya perut lebih nyaman. Waktu itu sedang cerah-cerahnya sampai pemandangan Mahameru terlihat jelas. Si mas-mas sweeper sempat menawari saya untuk berfoto dengan latar Mahameru. Tapi, mood saya sedang tidak mendukung untuk berfoto atau memotret apapun. Seakan semuanya muram. Penyakit meriang sepertinya menyedot semua keindahan yang ada di sekitar saya. Semuua perhatian saya terfokus pada perut saya yang sakit dan menyiksa.
Salahnya disini.. Tidak mau memaksakan makan roti buat masuk perut. Asam lambung kambuh, terus udara dingin, jadi masuk angin. Rasanya makin dingin saja. Kami baru sampai Ranu Kumbolo kira-kira jam 10 malam. Lama juga ya.. Masih merasa sehat waktu di Ranu Kumbolo meskipun perut sakit karena tadi kelaparan. Menu malam pertama di Semeru adalah omelet dan nasi. Setelah makan malam, perut saya masih terasa sakit. Disini saya sadar kalau maag mulai kambuh dan minum obat maag karena nggak segera makan waktu lapar. Sudah makan langsung tidur, tapi tidurnya nggak bisa nyenyak karena udara di Semeru dingin sekali.. Padahal si jaket sudah sangat tebal kalau digulung mirip sleeping bag, tapi masih kedinginan.
Paginya, berfoto-foto di danau Ranu Kumbolo seperti biasanya. Kalau sudah begini pemandangannya sih bikin nggak bisa berhenti buat foto-foto atau video pemandangan. Menyimpan gambar sebagai kenangan gitu deh. Setelah sarapan pagi yang dimasakkan sama mas-masnya, kami melanjutkan perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati. Oh iya, waktu sarapan kami juga sempat mengobrol sambil bercanda sama peserta lain dan mas-mas open trip. Lalu ada celetukan yang menurut saya lucu sekaligus agak ironi semacam, "Ini memang orang-orang kurang kerjaan menghabiskan waktu 4 hari 3 malam di gunung capek-capek. Hahaha."
Hm. Gimana ya. Saya yang merasa pengen ketawa, tapi sempat juga setuju, "Iya ya?" Lalu ada penyangkalan lagi, "Lah, kan yang dicari pemandangan sama udara dingin yang nggak bisa ditemui di Surabaya." Ya kali kalau saya tinggal di gunung mungkin sudah bosan kalau disuruh lihat pemandangan gunung lagi. Tapi juga kan mendaki itu kegiatan yang bisa membuat tubuh bergerak bonus pemandangan hijau-hijau pohon di hutan yang perlahan habis dibabat pelaku kapitalisme. Plus, bisa dapat teman baru, bisa berbagi pengalaman dan topik obrolan seru. Intinya sebuah perjalanan tentu ada pelajaran di dalamnya. Bisa jadi lebih bijak dalam hidup. Cieeh.
Sebelum lanjut perjalanan, kami berfoto dulu. Nah, sesudah berfoto ini, tiba-tiba tubuh terasa lemah. Awalnya saya bawa tas carrier Sunita, karena tidak semua barang dibawa ke Kalimati. Rencananya mau membawa tas itu bergantian. Banyak logistik dan pakaian yang sengaja dikumpulkan dan ditinggal di satu tenda di Ranu Kumbolo dijaga sama satu porter yang kami sewa. Sepertinya porternya nggak sampai Kalimati. Barang-barang tersebut ditinggal untuk meringankan beban pendakian. Kami pun melanjutkan naik Tanjakan Cinta. Namanya Cinta, tapi berat bagi saya. Ya Allah, sungguh terasa berat naik tanjakannya. Sangat menanjak. Turunnya pun juga menurut saya cukup curam seperti hampir 90 derajat kemiringannya. Pas turun menuju oro-oro ombo, saya sampai memilih untuk perosotan karena berasa nggak kuat lagi menyangga badan. Belum ada yang sadar kalau saya sedang nggak enak badan. Saya sendiri masih nyoba buat dikuat-kuatkan. Padahal waktu itu udara mulai hangat tapi saya masih kedinginan dengan memakai jaket tebal. Membuat orang-orang terheran. Sampai waktu berjalan di padang rumput oro-oro ombo itu saya berjalan sangat lambat sampai ketinggalan jauh dari semua peserta trip termasuk mas-mas PJ open trip. Untung ada sahabat saya. Melihat ada yang nggak beres, tas carrier langsung diminta buat dibawa dia.
Sampai Cemoro Kandang barulah mas-mas ini tahu kalau saya sedang tidak enak badan. Jadilah, tim dibagi menjadi 3: paling depan, yang fisiknya kuat, tengah-tengah, dan yang paling belakang. Ditaruhlah saya di tim paling belakang. Dengan keadaan yang sering mual, saya banyak berhenti. Tentu peserta lain yang paling depan terus jalan, sudah tidak terlihat sama sekali. Tim tengah-tengah kadang ikut berhenti, kadang terus, kadang bertemu di tengah perjalanan. Tapi yang pasti saya selalu di belakang bersama mas-mas sweeper. Yang paling sabar lah pokoknya. Seringnya berdua, karena kondisi fisik saya yang sedang di titik terlemah, dan berjalan sangat lambat. Karena bukan perjalanan malam hari, maka tim berpencar. Tapi tetap sweeper akan berada di baris paling belakang. Memastikan tidak ada peserta yang ketinggalan.
Waktu istirahat di tengah hutan antara Cemoro Kandang dan Jambangan, sempat ada mas-mas yang memerhatikan kami dari jauh, lama sekali. Sepertinya itu mas-mas semalam yang sempat ikut rombongan open trip kami.
Sampai di Jambangan saya beristirahat yang agak lama sambil menyeruput air hangat supaya perut lebih nyaman. Waktu itu sedang cerah-cerahnya sampai pemandangan Mahameru terlihat jelas. Si mas-mas sweeper sempat menawari saya untuk berfoto dengan latar Mahameru. Tapi, mood saya sedang tidak mendukung untuk berfoto atau memotret apapun. Seakan semuanya muram. Penyakit meriang sepertinya menyedot semua keindahan yang ada di sekitar saya. Semuua perhatian saya terfokus pada perut saya yang sakit dan menyiksa.
Sejam kemudian sudah sampai di Kalimati. Ternyata teman saya baru saja sampai gak lama sebelum saya. Tenda sudah terpasang, saya langsung masuk dan beristirahat. Akhirnya malam pun tiba, kira-kira jam 12 malam. Semua sudah bersiap untuk lanjut ke puncak Mahameru. Saya terbangun dan ikut berkumpul, melingkar, berdoa bersama, berharap diajak naik ke puncak juga. Hahah dasar tidak tahu diri. Semua yang sehat ditawari untuk ikut muncak, meskipun awalnya gak mau. Seperti Sunita (sahabat saya) dan Chris (teman ketemu di Semeru) awalnya gak percaya diri ikut muncak karena mereka berdua menggolongkan diri mereka di tim siput alias lambat, tim tengah-tengah waktu perjalanan ke Kalimati. Mereka berdua didorong untuk ikut. Akhirnya ikutlah mereka. Bersama dengan Hana, Latifa, teman ketemu di gunung juga. Mereka berdua termasuk tim depan karena kuat. Saya pun pasrah, teman-teman setenda saya pergi muncak semua. Tim cewek semuanya berangkat kecuali saya. Akhirnya saya tertinggal bersama mas-mas panitia yang bertugas jaga barang, dan mas-mas lainnya yang sedang gak enak badan dan sakit seperti saya.
Saya masuk tenda, tidur sendirian. Sedih deh. Sekitar beberapa jam kemudian, saya terkejut karena ternyata Hana kembali. Senanglah saya tidak jadi sendirian. Ternyata Hana kram kaki. Kami pun lanjut tidur. Pagi hari, kami terbangun. Waktu pagi cuaca agak cerah dan masih bisa foto-foto. Agak lama setelah kami sarapan pagi, ternyata hujan. Sepanjang hari itu hujan. Waktu agak terang, saya, Hana, dan mas-mas yang semalam tidak ikut muncak pergi ke Sumber Mani untuk ambil air. Kena gerimis-gerimis dan sedikit kehujanan. Perjalanan dari Kalimati ke Sumber Mani kira-kira sejam.
Setelah ambil air, sepanjang hari itu saya habiskan dengan tidur. Bahkan waktu hujan dan tenda banjir pun, saya masih bisa tidur. Terlalu lemah. Sekitar jam 11, orang-orang dari puncak sudah kembali.
Setelah beristirahat, sore sekitar jam 3 kami kembali ke Ranu Kumbolo. Ketika berangkat ke Kalimati kemarin, butuh waktu sekitar 7 jam. Perjalanan ke Ranu Kumbolo dari Kalimati hanya butuh sekitar 3-4 jam. Di Jambangan, kami tidak berhenti lama, karena berkabut. Padahal kalau cerah pemandangan puncak Mahameru terlihat sangat jelas. Kami selalu berhenti istirahat di Cemorokandang makan semangka. Di Semeru, tiap pos ada warung jual gorengan, semangka, minuman hangat-hangat.
Perjalanan menuju Ranu Kumbolo kami tidak lewat Tanjakan Cinta karena sangat terjal dan menanjak hampir 90 derajat wkwk. Mengingat kondisi peserta open trip yg lemah. Haha
Kami melipir entah lewat mana karena hari sudah maghrib dan mulai gelap. Tidak kelihatan. Jalannya memang berputar tapi agak landai. Sekitar jam 7 kami sampai dan beristirahat di tenda. Semua makanan dimasak oleh porter dari Semeru dan mas-mas panitia open trip. Teman setenda rupanya masing-masing punya masalah kesehatan. Chris muntah, Sunita juga, karena mereka berdua habis dari puncak Mahameru. Semua kena gejala masuk angin. Kecuali Hana, sepertinya. Masakan sup bapak porter saya akui rasanya enak meskipun waktu itu saya untuk makan pun rasanya enggan. Cuaca Ranu Kumbolo sangat dingin, meskipun tidur sudah kruntelan, jaket tebal, kaos kaki dobel tetep terasa dingin.
Besoknya kami melanjutkan perjalanan pulang. Dari Ranu Kumbolo menuju Ranu Pani, cuaca sudah berkabut tapi masih lumayan cerah. Di sekitar Ranu Kumbolo masih bisa terlihat. Pemandangannya sangat indah ternyata. Waktu menuju Ranu Kumbolo kemarin gak kelihatan karena gelap.
Sepanjang perjalanan, ternyata ada yang sadar kalau saya sudah sembuh karena terlihat semangat dan gak lemah seperti kemarin. Perjalanan turun ternyata memakan waktu sekitar 4 jam. Sepanjang perjalanan dari pos 2 menuju pos 1 kami melipir lewat jalan lain yg lebih cepat tapi seperti bukan jalan setapak yang biasa dilewati pendaki karena masih penuh ilalang. Sepertinya jalan setapak ini dilewati oleh orang-orang lokal di sana. Luar biasa hafal medan memang orang-orang ini. Katanya memang sudah berkali-kali ke Semeru.
Sepanjang perjalanan dari pos 3 atau Watu Rejeng (lupa) hujan waktu itu. Kemudian hampir sampai di Ranu Pani ternyata cerah. Di Ranu Pani saya sempatkan makan soto hangat. Saya sembuh total. Hanya sedih sedikit karena gagal muncak wkwk.
Overall, pengalaman mendaki pertama saya langsung ke Semeru sungguh sangat menyenangkan. Rekan tim siput saya, Chris dan Sunita sudah pernah ke Penanggungan sebelumnya dan sampai puncak. Saya dan Hana benar-benar pertama kali, seingat saya. Tapi Hana rasanya tidak termasuk di tim siput. Dia selalu di tim depan bersama Latifa yang menurut saya masih termasuk panitia oepn trip karena dia termasuk orang terdekat abang-abang dia yang buka jasa open trip ini.
Dari Ranu Pani, kami naik hardtop lagi, tapi nggak berdiri seperti kemarin. Kami di dalam, tempat duduk seperti bemo, tapi tetap saja kruntelan lagi. Kasihan mas-mas yang duduk di bagian bawah, kesemutan katanya haha.
Sampai di pasar Tumpang, kami naik bemo menuju Stasiun Malang. Pulangnya naik kereta lokal menuju Surabaya. Kami berpisah ketika rombongan panitia open trip turun di Stasiun Wonokromo. Saya turun di Stasiun Gubeng.
Sampai Stasiun Gubeng, ya pulang ke rumah lah.
Sekian cerita dari Semeru. Saya merindukanmu. Tunggu waktu kita ketemuu.
![]() |
Perjalanan dari Ranu Kumbolo - pulang ke rumah |
![]() |
Perkebunan dekat Ranu Pani |
Watu Rejeng - Pos 3 (?)
![]() |
Kalimati |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar