Minggu, 18 September 2022

Life

I've asked many things about life to my students. Most of them are adults and way older than me. So I asked them about many things I want to know, especially about relationship. I found many people have their own views about marriage. Glad I found people with long-last relationships with their partner. They are good, they have found the right partner. The thing I heard from one of them, that in marriage, no need to have almost many things in common. It's good if we share things in common, but if we are different each other it's good as well (Can't believe someone has said something like this before. I laugh in nervous :'D). Through differences, we can share and learn new things. Thus, there is no ideal partner. No one's perfect. What do we look for? Wealth, Brains, Beauty, Personality? No one has all of them. If so, there will be something wrong with that person. It's too scary if we see a person looks so perfect. Because we are human, we have to take up a courage to learn new things, having growth mindset. We will complete each other. We have to be eager enough trying to work hard with our responsibilities, we might have limits, but there's no wrong to try first. Everyone makes mistakes. 

Break a leg!

Jumat, 08 Januari 2021

Pengalaman Pertama Kali Mendaki ke Gunung Semeru

Karena menulis di blog sekarang tidak sepopuler dulu..
Jadi pengen bercerita tentang sebuah perjalanan yang pernah dilalui.

Ceileh.

Sebuah kisah perjalanan yang bikin rindu ingin kembali.

Semeru, Desember 2017.

Dulu sebelum ke gunung Semeru, saya selalu penasaran, gimana sih rasanya mendaki gunung, terus tidur di tenda bersama sepi sunyi senyap dari hiruk pikuk peradaban, masak-memasak, ngobrol bareng teman-teman, kedinginan, sama melihat pemandangan di pucuk gunung..

Korban pemandangan gunung di jalur mudik.

Juga, waktu itu pertama kali tahu rasanya kalau mendaki itu sejatinya butuh banyak persiapan. Yaaa meskipun itu pas ke gunung semeru ikutan open trip dimana semua peralatan untuk bersama mulai dari tenda, nesting, bahan makanan, sudah disiapkan semua oleh mas-mas yang buka jasa open trip ini. Ada porternya lagi! Wuih, berasa sultan. Semua fasilitas tersebut diluar perlengkapan pribadi tentunya, macam sleeping bag, matras, air minum satu setengah liter dua botol, cemilan, obat pribadi, yang juga menyewa dan beli bareng-bareng sahabat saya sewaktu SMA. Dia ini sudah lumayan banget soal daki-mendaki karena dia anak pecinta alam di kampusnya. Kalau saya sih sudah pengen daftar jadi anggota pecinta alam dari jaman maba, tapi gak direstui orang tua. Cita-cita dari jaman SMA hiks. Maklum, kegiatan cari mati. Ya, gak cari mati juga sih kalau dengan persiapan yang matang, dan tentu segala sesuatu terjadi karena izin-Nya, bukan? :)

Soal izin orang tua pas ikutan open trip, hoho, tentunya pake taktik "H-3, sudah terlanjur bayar, kalau batal jadinya kehilangan uang DP :(" ternyata dibolehin LOL. Diri saya ini harganya adalah DP setengah dari total biaya open trip. Alhamdulillah.

Dimana ada kemauan, akhirnya dibolehin juga. Dengan janji, kalau nggak kuat nggak maksa sampe puncak mahameru. Dalam hati, lihat nanti deh. Padahal bercita-cita bisa sampai di pucuknya gunung.

Ambisi anak bawang.

Ternyata mas-mas yang ngadain open trip ini mahasiswa. Seumuran lagi. Dan ada adik kelasnya. Mereka bertiga yang mengatur perjalanan mulai dari Surabaya, Ranu Kumbolo, Puncak Mahameru, sampe balik lagi ke Surabaya. Mengoordinir mulai dari kendaraan menuju Malang, menjemput peserta dari luar pulau, eh luar pulau apa Jakarta pokoknya gak ngomong bahasa Jawa lah, di bandara naik mobil travel. Rencananya PP ke Malang naik kereta api, tapi kehabisan tiket, sampe Ranu Pane.

Setelah naik mobil travel, kami turun di pasar Tumpang untuk oper naik hardtop menuju Ranu Pani/e. Seluruh rombongan yang isinya kurang lebih 10 orang (lupa) muat di satu hardtop agak berdesakan dan berdiri. Menurut saya agak gak aman sih.  Sepanjang perjalanan, cuaca sejuk, lewat pepohonan, lewat Coban Pelangi dan melihat lautan pasir gunung Bromo. Indah sekaliiii.

Ini sejatinya kayak mendaki bareng, tapi mas-mas open trip ini sudah tahu medan di gunung Semeru, plus, fisiknya bener-bener kuat. Kayak gak ngerti apa itu capek. Ngerokoknya juga kuat. Saya sendiri sering ketinggalan di belakang bersama beberapa peserta open trip lain yang jalannya macam siput. Tapi pasti ada satu mas-mas yang di belakang sendiri. Yang paling sabar pokoknya membersamai peserta open trip yang jalannya gak bisa cepet wkwk. Yang paling muda juga. Nurut yang tua aja lah- seakan jadi prinsipnya. Setelah briefing di suatu ruangan macam aula, bersama pendaki lain, kami mulai pendakian mulai jam 4 sore, di tengah-tengah perjalanan sempat berhenti di salah satu pos buat kopi dan melihat pendaki lain masak mie instan. Saya cuma bisa melihat sambil kelaparan dan nyeruput susu coklat panas. Sebenarnya bisa makan roti buat mengganjal lapar, tapi entah kenapa nafsu makan jadi hilang kalau sudah kena udara dingin. Sudah begitu, makannya juga gak bisa banyak seperti biasanya. Eh, biasanya gak banyak sih porsinya, tapi kalau dikasih porsi banyak bisa habis juga haha. Sehari-hari banyak nyemilnya. Tapi kalau digunung, entah kenapa berbeda. Seakan tidak selera buat nyemil. Maunya yang anget-anget macam mie kuah, soto, bakso, rawon, sayur asem. Wkkk..

Salahnya disini.. Tidak mau memaksakan makan roti buat masuk perut. Asam lambung kambuh, terus udara dingin, jadi masuk angin. Rasanya makin dingin saja. Kami baru sampai Ranu Kumbolo kira-kira jam 10 malam. Lama juga ya.. Masih merasa sehat waktu di Ranu Kumbolo meskipun perut sakit karena tadi kelaparan. Menu malam pertama di Semeru adalah omelet dan nasi.  Setelah makan malam, perut saya masih terasa sakit. Disini saya sadar kalau maag mulai kambuh dan minum obat maag karena nggak segera makan waktu lapar. Sudah makan langsung tidur, tapi tidurnya nggak bisa nyenyak karena udara di Semeru dingin sekali.. Padahal si jaket sudah sangat tebal kalau digulung mirip sleeping bag, tapi masih kedinginan.

Paginya, berfoto-foto di danau Ranu Kumbolo seperti biasanya. Kalau sudah begini pemandangannya sih bikin nggak bisa berhenti buat foto-foto atau video pemandangan. Menyimpan gambar sebagai kenangan gitu deh. Setelah sarapan pagi yang dimasakkan sama mas-masnya, kami melanjutkan perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati. Oh iya, waktu sarapan kami juga sempat mengobrol sambil bercanda sama peserta lain dan mas-mas open trip. Lalu ada celetukan yang menurut saya lucu sekaligus agak ironi semacam, "Ini memang orang-orang kurang kerjaan menghabiskan waktu 4 hari 3 malam di gunung capek-capek. Hahaha."

Hm. Gimana ya. Saya yang merasa pengen ketawa, tapi sempat juga setuju, "Iya ya?" Lalu ada penyangkalan lagi, "Lah, kan yang dicari pemandangan sama udara dingin yang nggak bisa ditemui di Surabaya." Ya kali kalau saya tinggal di gunung mungkin sudah bosan kalau disuruh lihat pemandangan gunung lagi. Tapi juga kan mendaki itu kegiatan yang bisa membuat tubuh bergerak bonus pemandangan hijau-hijau pohon di hutan yang perlahan habis dibabat pelaku kapitalisme. Plus, bisa dapat teman baru, bisa berbagi pengalaman dan topik obrolan seru. Intinya sebuah perjalanan tentu ada pelajaran di dalamnya. Bisa jadi lebih bijak dalam hidup. Cieeh.

Sebelum lanjut perjalanan, kami berfoto dulu. Nah, sesudah berfoto ini, tiba-tiba tubuh terasa lemah. Awalnya saya bawa tas carrier Sunita, karena tidak semua barang dibawa ke Kalimati. Rencananya mau membawa tas itu bergantian. Banyak logistik dan pakaian yang sengaja dikumpulkan dan ditinggal di satu tenda di Ranu Kumbolo dijaga sama satu porter yang kami sewa. Sepertinya porternya nggak sampai Kalimati. Barang-barang tersebut ditinggal untuk meringankan beban pendakian. Kami pun melanjutkan naik Tanjakan Cinta. Namanya Cinta, tapi berat bagi saya. Ya Allah, sungguh terasa berat naik tanjakannya. Sangat menanjak. Turunnya pun juga menurut saya cukup curam seperti hampir 90 derajat kemiringannya. Pas turun menuju oro-oro ombo, saya sampai memilih untuk perosotan karena berasa nggak kuat lagi menyangga badan. Belum ada yang sadar kalau saya sedang nggak enak badan. Saya sendiri masih nyoba buat dikuat-kuatkan. Padahal waktu itu udara mulai hangat tapi saya masih kedinginan dengan memakai jaket tebal. Membuat orang-orang terheran. Sampai waktu berjalan di padang rumput oro-oro ombo itu saya berjalan sangat lambat sampai ketinggalan jauh dari semua peserta trip termasuk mas-mas PJ open trip. Untung ada sahabat saya. Melihat ada yang nggak beres, tas carrier langsung diminta buat dibawa dia.

Sampai Cemoro Kandang barulah mas-mas ini tahu kalau saya sedang tidak enak badan. Jadilah, tim dibagi menjadi 3: paling depan, yang fisiknya kuat, tengah-tengah, dan yang paling belakang. Ditaruhlah saya di tim paling belakang. Dengan keadaan yang sering mual, saya banyak berhenti. Tentu peserta lain yang paling depan terus jalan, sudah tidak terlihat sama sekali. Tim tengah-tengah kadang ikut berhenti, kadang terus, kadang bertemu di tengah perjalanan. Tapi yang pasti saya selalu di belakang bersama mas-mas sweeper. Yang paling sabar lah pokoknya. Seringnya berdua, karena kondisi fisik saya yang sedang di titik terlemah, dan berjalan sangat lambat. Karena bukan perjalanan malam hari, maka tim berpencar. Tapi tetap sweeper akan berada di baris paling belakang. Memastikan tidak ada peserta yang ketinggalan.

Waktu istirahat di tengah hutan antara Cemoro Kandang dan Jambangan, sempat ada mas-mas yang memerhatikan kami dari jauh, lama sekali. Sepertinya itu mas-mas semalam yang sempat ikut rombongan open trip kami.

Sampai di Jambangan saya beristirahat yang agak lama sambil menyeruput air hangat supaya perut lebih nyaman. Waktu itu sedang cerah-cerahnya sampai pemandangan Mahameru terlihat jelas. Si mas-mas sweeper sempat menawari saya untuk berfoto dengan latar Mahameru. Tapi, mood saya sedang tidak mendukung untuk berfoto atau memotret apapun. Seakan semuanya muram. Penyakit meriang sepertinya menyedot semua keindahan yang ada di sekitar saya. Semuua perhatian saya terfokus pada perut saya yang sakit dan menyiksa.

Sejam kemudian sudah sampai di Kalimati. Ternyata teman saya baru saja sampai gak lama sebelum saya. Tenda sudah terpasang, saya langsung masuk dan beristirahat. Akhirnya malam pun tiba, kira-kira jam 12 malam. Semua sudah bersiap untuk lanjut ke puncak Mahameru. Saya terbangun dan ikut berkumpul, melingkar, berdoa bersama, berharap diajak naik ke puncak juga. Hahah dasar tidak tahu diri. Semua yang sehat ditawari untuk ikut muncak, meskipun awalnya gak mau. Seperti Sunita (sahabat saya) dan Chris (teman ketemu di Semeru) awalnya gak percaya diri ikut muncak karena mereka berdua menggolongkan diri mereka di tim siput alias lambat, tim tengah-tengah waktu perjalanan ke Kalimati. Mereka berdua didorong untuk ikut. Akhirnya ikutlah mereka. Bersama dengan Hana, Latifa, teman ketemu di gunung juga. Mereka berdua termasuk tim depan karena kuat. Saya pun pasrah, teman-teman setenda saya pergi muncak semua. Tim cewek semuanya berangkat kecuali saya. Akhirnya saya tertinggal bersama mas-mas panitia yang bertugas jaga barang, dan mas-mas lainnya yang sedang gak enak badan dan sakit seperti saya.

Saya masuk tenda, tidur sendirian. Sedih deh. Sekitar beberapa jam kemudian, saya terkejut karena ternyata Hana kembali. Senanglah saya tidak jadi sendirian. Ternyata Hana kram kaki. Kami pun lanjut tidur. Pagi hari, kami terbangun. Waktu pagi cuaca agak cerah dan masih bisa foto-foto. Agak lama setelah kami sarapan pagi, ternyata hujan. Sepanjang hari itu hujan. Waktu agak terang, saya, Hana, dan mas-mas yang semalam tidak ikut muncak pergi ke Sumber Mani untuk ambil air. Kena gerimis-gerimis dan sedikit kehujanan. Perjalanan dari Kalimati ke Sumber Mani kira-kira sejam.

Setelah ambil air, sepanjang hari itu saya habiskan dengan tidur. Bahkan waktu hujan dan tenda banjir pun, saya masih bisa tidur. Terlalu lemah. Sekitar jam 11, orang-orang dari puncak sudah kembali. 

Setelah beristirahat, sore sekitar jam 3 kami kembali ke Ranu Kumbolo. Ketika berangkat ke Kalimati kemarin, butuh waktu sekitar 7 jam. Perjalanan ke Ranu Kumbolo dari Kalimati hanya butuh sekitar 3-4 jam. Di Jambangan, kami tidak berhenti lama, karena berkabut. Padahal kalau cerah pemandangan puncak Mahameru terlihat sangat jelas. Kami selalu berhenti istirahat di Cemorokandang makan semangka. Di Semeru, tiap pos ada warung jual gorengan, semangka, minuman hangat-hangat.

Perjalanan menuju Ranu Kumbolo kami tidak lewat Tanjakan Cinta karena sangat terjal dan menanjak hampir 90 derajat wkwk. Mengingat kondisi peserta open trip yg lemah. Haha

Kami melipir entah lewat mana karena hari sudah maghrib dan mulai gelap. Tidak kelihatan. Jalannya memang berputar tapi agak landai. Sekitar jam 7 kami sampai dan beristirahat di tenda. Semua makanan dimasak oleh porter dari Semeru dan mas-mas panitia open trip. Teman setenda rupanya masing-masing punya masalah kesehatan. Chris muntah, Sunita juga, karena mereka berdua habis dari puncak Mahameru. Semua kena gejala masuk angin. Kecuali Hana, sepertinya. Masakan sup bapak porter saya akui rasanya enak meskipun waktu itu saya untuk makan pun rasanya enggan. Cuaca Ranu Kumbolo sangat dingin, meskipun tidur sudah kruntelan, jaket tebal, kaos kaki dobel tetep terasa dingin.

Besoknya kami melanjutkan perjalanan pulang. Dari Ranu Kumbolo menuju Ranu Pani, cuaca sudah berkabut tapi masih lumayan cerah. Di sekitar Ranu Kumbolo masih bisa terlihat. Pemandangannya sangat indah ternyata. Waktu menuju Ranu Kumbolo kemarin gak kelihatan karena gelap. 

Sepanjang perjalanan, ternyata ada yang sadar kalau saya sudah sembuh karena terlihat semangat dan gak lemah seperti kemarin. Perjalanan turun ternyata memakan waktu sekitar 4 jam. Sepanjang perjalanan dari pos 2 menuju pos 1 kami melipir lewat jalan lain yg lebih cepat tapi seperti bukan jalan setapak yang biasa dilewati pendaki karena masih penuh ilalang. Sepertinya jalan setapak ini dilewati oleh orang-orang lokal di sana. Luar biasa hafal medan memang orang-orang ini. Katanya memang sudah berkali-kali ke Semeru. 

Sepanjang perjalanan dari pos 3 atau Watu Rejeng (lupa) hujan waktu itu. Kemudian hampir sampai di Ranu Pani ternyata cerah. Di Ranu Pani saya sempatkan makan soto hangat. Saya sembuh total. Hanya sedih sedikit karena gagal muncak wkwk. 

Overall, pengalaman mendaki pertama saya langsung ke Semeru sungguh sangat menyenangkan. Rekan tim siput saya, Chris dan Sunita sudah pernah ke Penanggungan sebelumnya dan sampai puncak. Saya dan Hana benar-benar pertama kali, seingat saya. Tapi Hana rasanya tidak termasuk di tim siput. Dia selalu di tim depan bersama Latifa yang menurut saya masih termasuk panitia oepn trip karena dia termasuk orang terdekat abang-abang dia yang buka jasa open trip ini. 

Dari Ranu Pani, kami naik hardtop lagi, tapi nggak berdiri seperti kemarin. Kami di dalam, tempat duduk seperti bemo, tapi tetap saja kruntelan lagi. Kasihan mas-mas yang duduk di bagian bawah, kesemutan katanya haha.

Sampai di pasar Tumpang, kami naik bemo menuju Stasiun Malang. Pulangnya naik kereta lokal menuju Surabaya. Kami berpisah ketika rombongan panitia open trip turun di Stasiun Wonokromo. Saya turun di Stasiun Gubeng.

Sampai Stasiun Gubeng, ya pulang ke rumah lah. 

Sekian cerita dari Semeru. Saya merindukanmu. Tunggu waktu kita ketemuu.

Perjalanan dari Ranu Kumbolo - pulang ke rumah


Perkebunan dekat Ranu Pani


Watu Rejeng - Pos 3 (?)


Kalimati



Senin, 31 Agustus 2020

Belajar Melukis Menggunakan Cat Akrilik/ Acrylic Paints

Lama nggak buka blogger, agak kaget sama desain interface blogger yang berubah drastis. Butuh adaptasi sebentar dan sedikit ingin kembali ke antarmuka blogger yang lama haha. Padahal sepertinya juga baru beberapa bulan gak buka tapi sudah sama sekali berbeda. Seperti manusia, kalau lama gak disapa sudah kayak saling gak kenal.... skip skip. 

Kali ini mau share-share pendapat pribadi berdasarkan dari pengalaman coba-coba cat akrilik.

Jadi ini adalah sedikit ulasan ketika menggunakan cat akrilik JOYKO. Cat akrilik yang ekonomis dan cocok digunakan di media kanvas dan tote bag. Teksturnya lebih cair daripada cat akrilik merk lainnya. Ett tapi dia cocok banget tuh di bahan kain tote bag American Drill. Meresap dengan sempurna. Sayangnya, pernah sekali coba di tas yang bahannya dari kulit sintetis. Pas sudah kering, iseng-iseng pegang. Eh ngglodoki gaes. Alias lepas semuanya. Tidak menempel dengan sempurna. Kan namanya kulit sintetis kainnya tidak berpori. Beda dengan kain tote bag yang masih punya pori. Kain tote bag drill itu halus, porinya kecil kayak wajah artis korea. Enak banget kalau buat ngelukis pakai cat akrilik yang teksturnya cair kayak punya merk JOYKO ini. Hasilnya pun lempeng-lempeng aja di kainnya. 


Warnanya standout tapi gak bikin kaku tote bag. Hanya saja, kurang cocok di tote bag bahan kanvas yang kasar itu. Honestly, these acrylic colors need extra work on canvas tote bag. Harus dioles beberapa kali biar warnanya gak bolong-bolong gara-gara porinya tote bag kanvas yang gede sangat. Tembus pula :') Bakal butuh banyak banget. Pake yang teksturnya kental juga butuh banyak dong. Kalau di tote bag kanvas sih bagusan pake cat akrilik yang teksturnya lebih kental macam V-Tec atau Marie's. Ntar hasilnya bagus dan kaku abis di kanvas tote bag nya. Kaku tapi menyenangkan buat disentuh hehew.


Kalau kuasnya pakai kuas V-Tec sama Lyra Giotto, kuasnya lembut. Terus-terus nih, kalau di kanvas lukis gak masalah juga pakai mereka mereka ini sama pakai cat acrylic JOYKO perpaduan cat akrilik Marie's wkwkwk. Hasilnya bagusss, in my opinion. Kayak gini hasilnya.

Seru banget belajar melukis pakai cat akrilik murah murah hahah. Terus liat liat banyak referensi di Instagram juga sungguh menyenangkan. Namanya saja sedang belajar. Anyway, most of my paintings are inspired from Instagram artists. Some of them are drawn based on photograph references. Credit goes to all artists.

Jumat, 26 Juni 2020

Sebuah Pengalaman Makan di Warung Makan Bang Jul Kroya Cilacap

Ini adalah review ketika bepergian ke Cilacap bareng keluarga, setelah jalan-jalan dari pantai, kami -makan di pergi makan di suatu restoran. Letaknya di Kroya. Sepertinya terkenal enak, karena ini rekomendasi paklik yang nyetir mobil dan sudah berpengalaman melalang buana di banyak tempat. Ini juga alasan kenapa saya mau review resto ini, ya karena memang rasanya enak, tempatnya nyaman, pelayanan baik, plus harganya terjangkau. Wah, sudah mirip template ulasan di marketplace ehehehe.




Warung Makan Bang Jul ini konsepnya lesehan tapi tetap ada meja dan kursi buat yang nggak lesehan. Untuk tempat lesehan ini terbuat dari bambu dan ada di atas kolam ikan. Waktu kami kesana restonya agak sepi. Anginnya semilir juga dan waktu itu ada banyak orang juga tapi semuanya di tempat pertemuan di resto ini. Semacam aula. Untuk menunya, ada cumi, cah kangkung,  ayam bakar, bebek bakar, lele bakar dan makanan lainnya khas lesehan. Kalau menurut saya ya menunya hampir mirip kayak Warung SS di Surabaya. Ha! Ada juga di Gresik Driyorejo, konsep rumah makan mirip-mirip begini, menu makanannya juga mirip, tapi di pinggir sawah. Mungkin akan saya share di post selanjutnya~

Lanjut ke menu makanan, waktu itu kami pesan cumi asam manis, cumi goreng tepung, cah kangkung, lele goreng, dan menu tambahan tempe. Kalau menu minumannya ada teh tawar, manis, kopi hangat, jeruk hangat atau es dan menu jus buah-buahan. Menurut saya rasanya enak, dan khas warung lesehan lainnya. Di tiap gazebo lesehan terdapat tempat cuci tangan plus sabun cuci tangan. Makan di resto lesehan memang paling lengkap kalau makannya pakai tangan. Terasa alami wkwk.

Setelah lapar hilang, saya lanjut melihat-lihat ke sekeliling warung. Fasilitasnya lumayan lengkap, ada wi-fi, musola, toiletnya juga nyaman. Di bagian depan dekat meja kasir ada kulkas yang isinya minuman kemasan semacam yang ada di minimarket.











Jumat, 15 Mei 2020

Art Supplies Review: Cat Akrilik Maries vs V-Tec

Saya waktu itu beli cat akrilik karena mendengar.. membaca kabar dari beberapa website di pencarian google kalau mereka bisa untuk melukis di atas kain tote bag. Wah, saya juga ingin fashionable pake tas tote dengan sentuhan artistik tangan saya hahahaha. Yah, meskipun bisa disablon juga dan banyak seniman yang juga berkarya lewat tools digital. Tapi, tapi, yang manual pengalamannya lebih bermakna karena kalau salah tidak bisa undo :')

Nah, berbekal skimming baca referensi, saya memutuskan membeli cat akrilik yang terjangkau saja lah harganya. Pilihan saya jatuh ke Marie's dan V-Tec. Kuasnya juga satu set kuas merk V-Tec nomer ganjil 1-11 berjumlah 6 kuas. Media lukis pakai watercolor paper dan tote bag yang saya punya. Karena sayang kalau harus gagal di atas tote bag saya, maka saya berlatih menggunakan cat akrilik pakai watercolor paper. Menurut saya, kalau cat Marie's ini cepat kering. Jadi kalau mau ngeblend warna, pastikan kalau warna nya sudah siap di palet sama campuran-campuran warna yang sudah dibuat. Saya biasa mencampur V-Tec dan Marie's untuk menghasilkan warna yang saya inginkan. Karena saya beli warna yang berbeda untuk merk yang berbeda pula wkwk. Ketika menggunakan dua merk tersebut dicampur, tentu yang pengaruh cepat kering atau tidaknya ya yang banyak yang mana itu yang punya pengaruh.


Campuran V-Tec dan Marie's di atas watercolor pad

Saya pertama kali coba melukis pakai cat akrilik yang baik dan benar di atas media watercolor paper merk ARTeMEDIA dan Canson. Untuk cat Marie's mereka lumayan cepat keringnya. Tapi masih ada waktu buat nge blend warna dari atas sampai bawah. Sebisa mungkin kalau melukis pakai warna gini kertasnya jangan kertas yang tipis, karena cat akrilik ini sifatnya basah. Makanya namanya watercolor paper. Kertasnya tebal. Setelah tahu cara melukis pakai cat akrilik, saya coba langsung melukis di atas kain tote bag blacu merk nggak tahu. Awalnya saya pakai tote bag yang bahan blacu yang tipis dan nggak ada furingnya. Menyerap dengan sempurna. Sampai tembus :" makanya saya kasih alas papan di dalam tote bag biar gak tembus sampai bagian belakang. Di atas kain ini, sekali usap cat, langsung kering dengan begitu cepatnya. Kalau mau ngeblend, tidak ada waktu, bahkan untuk ngambil cat di palet wkwkw maaf saya hiperbola. Ngeblend bagian atas, yang bawah sudah keburu kering. Jadi kalau mau melukis di atas tote bag, usahakan gak usah pakai warna yang nge blend2 gitu deh. Kalau masih belajaran kayak saya, satu warna aja haha. Gambarnya pun yang simpel kayak logo boyband atau girlband Korea Selatan bukan Korea Utara. Saya gak ngikutin boyband atau girlband dari korut, kak. Biasanya logonya bentuk kotak kotak lurus.


Logo boyband Korea Selatan dicat di atas kain blacu


Percobaan melukis di atas kain tote bag. Pakai cat acrylic Marie's


Nah, setelah selesai nyoba Marie's, saya nyoba V-Tec. Nah, yang ini agak lama keringnya. Di atas media watercolor paper, saya mesti nunggu beberapa saat untuk cat ini biar kering. Kalau di atas media tote bag blacu, lumayan bisa buat nge blend warna karena sifatnya yang nggak cepet kering.
Perasaan, dulu saya beli V-Tec lebih murah. Eh, apa saya yang lupa ya. Nggak tahu deh. Tapi sekarang liat di toko online, V-Tec lebih mahal daripada Marie's. Hmmm memang sih, pengalaman cat nya lebih nyaman yang V-Tec hahaha. Lah kalau cepat kering pusing juga kalau pengen melukis gambar sunrise atau sunset. Kan gambar macam gitu perlu blend2 warna. 

Terakhir, saya mencoba melukis di atas kain tote bag lagi bahan drill. . Kalau di atas kain ini, luar biasa. Kainnya tebal, nggak tembus sampai ke belakang. Cuman memang setiap kain ada plus minusnya. Di atas tote bag ini memang hasilnya bagus, keliatan halus. Tapi ya itu, karena kainnya rapat-rapat beda sama blacu, dia butuh banyak cat. Menurut saya, untuk ukuran cat akrilik 30 ml di atas kain blacu, bisa lah ya buat 2 kali melukis gambar warna latar belakang penuh di atas tote bag. Sudah begitu saja review cat akrilik dari saya. See you

DIY Floral Makeful Tote Bag | Floral tote bags, Canvas bag diy ... 
source: pinterest



Acrylic Landscape Painting Techniques - Misty Forest with Sunrise ...
source: pinterest

Minggu, 08 Maret 2020

Review Buku Mochtar Lubis: Catatan Perang Korea

Waktu saya lihat bukunya pertama kali di Perpustakaan Balai Pemuda Surabaya, saya langsung tertarik dengan judulnya. Selain karena saya sedang terhipnotis karya-karya seorang artis dari Korea Selatan, juga karena beberapa waktu lalu saya sempat baca di salah satu artikel Deutsche Welle tentang bagaimana peliknya perang Korea yang terjadi di tahun 1950-an ini. Bagaimana banyak orang, tentara dan warga sipil yang harus dikorbankan. Dari ketertarikan itu, saya ambil, saya amati buku tersebut dan memutuskan untuk membacanya karena adanya nama Mochtar Lubis sebagai penulis, nama yang tidak asing bagi saya.

Benarlah. Setelah dibaca, tulisan beliau itu menarik hati. Sebagaimana karya-karya para penulis yang sudah sangat berpengalaman di dunia jurnalistik atau penulis karya-karya sastra, tulisannya mengalir dengan begitu jernih.

Buku ini adalah karya Mochtar Lubis pertama yang saya baca.

Mochtar Lubis adalah satu dari banyaknya wartawan PBB yang diundang untuk meliput perang Korea ini. Dalam ceritanya, tidak banyak wartawan yang bersedia merasakan langsung bagaimana keadaan di Korea selain karena ada kepentingan mereka. Kepentingan yang berbeda pula. Misalnya wartawan dari Filipina yang datang meliput ke Korea karena ada pasukan Filipina di Korea, wartawan dari Texas yang hanya peduli dengan pasukan Texas dari Utara, dan ada yang hanya mencari berita yang makes a good copy di negara mereka. Bahkan ada yang hanya tinggal di Tokyo dan mendapatkan berita dari wartawan yang terjun langsung di Korea. Bagi kebanyakan dari mereka, latar belakang perang Korea tidaklah terlalu penting untuk dibahas di dunia internasional. Dari yang saya baca, Mochtar Lubis ingin berbagi sudut pandang dari segi kemanusiaan di balik perang antara  Korea Selatan dan Korea Utara.

Kisah dalam buku ini dimulai dari perjalanan awal Mochtar Lubis atas undangan sebagai wartawan perang dari PBB untuk meliput perang Korea. Dari Jakarta, naik pesawat ke Surabaya untuk berhenti sejenak, isi minyak, lalu Balikpapan, lanjut Manila, dan Okinawa. Lalu perjalanan berlanjut di Tokyo, dan diceritakannya pemandangan kota yang rapi dan menyenangkan untuk dibuat jalan-jalan keliling kota. Sesuatu yang patut diapresiasi dari orang-orang Jepang yang cepat bangkit setelah peristiwa perang yang merusakkan kota. Diceritakannya juga adanya hotel khusus wartawan di Tokyo dengan fasilitas yang bagus. Setelah dari Tokyo, para wartawan perang PBB melanjutkan perjalanan menuju Pusan. Menurut saya, penuturan penulis tentang orang-orang Korea yang suka memakai pupuk dari kotoran manusia itu cukup menggelitik. Sampai-sampai ada pernyataan, "Kalau kelamaan tinggal di Korea kita akan ikutan bau kotoran manusia dan tidak bisa hilang meskipun mandi berkali-kali." Haha.

Dari Pusan, para wartawan menuju Taegu dengan menaiki jeep. Suasana di camp sangat berbeda jika dibandingkan dengan suasana di Tokyo. Debu yang tebal dari kendaraan-kendaraan militer dan ruang tidur yang sangat sempit menjadi sesuatu yang cukup menantang. Sebenarnya perang Korea ini adalah konflik kepentingan. Amerika saat itu mengerahkan kekuatan mereka untuk mempertahankan Korea Selatan dari pendudukan Korea Utara yang diperkuat oleh kekuatan Soviet yang saat itu ingin meluaskan faham komunisme, sedangkan Amerika berusaha membendungnya. Menurut penulis sendiri, dia menyatakan bahwa kita semua tidak bisa melihat hanya dari satu sisi. Karena semua pihak saat itu menderita akibat perang ini, apalagi masyarakat sipil yang tidak tahu apa-apa dan turut menjadi korban. 

Sebenarnya, pada awal ketika faham komunis hadir di Seoul, masyarakat menyambut baik karena rayuan manis akan kesejahteraan rakyat yang adil merata. Tapi, lama-kelamaan para penguasa menjadi semena-mena kepada rakyat dan membuat rakyat menderita.

Dalam buku ini juga ada cerita tentang bapak tua pemilik pohon berbuah, dia mengeluh karena buahnya diambil oleh tentara Amerika karena pihak Amerika sudah membayar sewa dan merasa berhak atas semua buah dari pohon tersebut. Awalnya, para wartawan merasa kasihan terhadap bapak tua ini karena buah-buah nya sudah habis tak bersisa di pohonnya. Tapi kemudian rasa kasihan itu mendadak hilang waktu wartawan tersebut melihat sendiri bagaimana kasarnya bapak tua tersebut ketika ada warga kelaparan yang mendekati pohon buah tersebut. Masih untung pohon dia disewa dan dia mendapat bayaran dari tentara Amerika. Kalau saja bertemu pasukan Korea Utara, sudah habis pohon itu dibagi-bagikan kepada semua orang.

Di bagian akhir, buku ini bercerita tentang pemimpin Korea Utara, Kim Il-sung dan pemimpin Korea Selatan, Syngman Rhee. Kim Il-sung dipandang sebagai seorang pahlawan yang saat pendudukan Jepang melakukan perjuangan melawan Jepang. Sedangkan Syngman Rhee hidup sebagai seorang pemimpin politik dalam buangan di luar negeri. Dia mencari bantuan ke Amerika untuk menjamin kemerdekaan Korea dan mencegah Jepang untuk menguasai Korea, tapi perjuangannya tersebut tidak berhasil. 

Menurut saya, buku ini membuka perspektif kemanusiaan dibalik kisah perang dalam sebuah sejarah. Antara komunisme Soviet dan liberalisme Amerika, sebenarnya semua punya kekurangan dan kelebihan masing-masing, tergantung pada pemimpin mereka. Namun, di Indonesia, pandangan yang kita gunakan adalah Pancasila yang sesuai dengan kepribadian rakyat Indonesia yang terdiri dari beragam latar belakang dan budaya.

Minggu, 15 Desember 2019

Review Makaroni Pedas Asin di Surabaya (Macaroni Cuck dan Makaroni Ngehe)

Awal kepikiran buat beli makaroni pedas ini karena ingin me.......... Huft. Yahitudeh. 

Oke langsung saja.

Pertama, Makaroni Ngehe di Surabaya. Saya beli di Bratang. Pertama kali beli yang level 3 rasa balado dan asin. Rasa baladonya manis gitudeh. Rasa asin nya asin. Tanya masnya ada berapa level. Untuk makaroni nya ada level 1 - 5. Nggak tahu deh varian pedes-pedes lainnya bagaimana. Selihat saya ada mie mie, lidi, dan bentuk tepung goreng yang lainnya. Sempat lihat putih-putih bulat bentuk cimol tapi enggak deh. Masih belum tertarik buat nyoba. Makaroninya yang level 3 menurut saya nggak seberapa pedes. Waktu pertama beli agak takjub karena kemasan plastikannya uwu.

Sebenarnya Apa Itu Uwu?! Ini Artinya! Bukan yang di Twitter!

Setelah beli level 3, hari-hari selanjutnya saya penasaran sama yang level 5. Repuchase ke-dua adalah rasa asin lagi dan plastikan lagi. Beli satu aja, karena pengen nyoba makaroni lain yang ada di internet-internet warga Surabaya. Waktu lihat mas nya nyampur makaroni dan bumbu-bumbunya saya pengen wahing-wahing, padahal waktu beli yang level 3 enggak wahing. Ditawarin buat ngincip, tapi sudah tahu rasanya, mas. Maaf kutolak. 

Seperti yang sudah saya bilang di atas, saya pengen nyoba makaroni pedes lain. Setelah pencarian di google, nemu rekomendasi Macaroni Cuck. Tempatnya di daerah Gubeng. Review di Google maps bagus bagus. Dekat kampus saya dulu sebelum wisuda. Setelah dicari ternyata tempatnya jadi satu dengan Pentol Gila. Di suatu gang makanan-makanan dekat Unair. Di Gubeng Airlangga II. Tempat ini terkenal di kalangan mahasiswa Unair. 

Setahu saya makanan nya banyak yang semacam ayam geprek, pedes. Pentol gila isi cabe, pedes. Seblak, pedes. Es coklat, manis. Pisang keju alias pisang goreng ditepungi dengan topping keju dan gula-gula coklat, manis. Cocok untuk lidah-lidah manja. Ginjal dan lambung strong tapi harus.

Tempat di Cuck ini lebih sederhana daripada Ngehe. Di Ngehe masnya pake seragam, ada masker penutup mulut yang kayak di penjual Xing Fu Tang.  Di Cuck enggak ada semuanya. Saya beli Macaroni Cuck kemasan plastik rasa garlic and lime satu saja level 4. Nggak tahu kenapa kok nggak beli level 5. Disana bisa terlihat ada macam-macam bentuk tepung goreng renyah. Malah ada makaroni versi ngembang. Saya sempat lihat ada basreng juga. 

Sesudah tahu rasanya Macaroni Cuck ini, lidah saya agak menolak Makaroni Ngehe. Soalnya Cuck ini gak cuma asin, tapi juga ada rasa daun jeruk. Enak dan cocok di lidah saya. Bikin terharu lagi, di kemasannya ada tulisan Hand Cooked. Dimasak pake tangan. Berasa spesial. Untuk semua makanan yang beli diluar, nggak usahlahya bertanya-tanya hygiene. Skeptis nggak apa-apa, percaya yang terbaik juga nggak apa-apa. 

Soal bentuk makaroni gorengnya, yang Cuck lebih besar daripada Ngehe. Padahal bukan yang versi ngembang. Saya jadi ingat, sesudah makan makaroni Ngehe, lidah saya perih-perih gimana gitu. Mungkin makannya kurang pelan. Satu lagi, dua-duanya bikin cegukan setelah makan. Efek pedes kali ya. Pas makan makaroni Ngehe level 3 juga after effect nya cegukan juga. Harga sama, 6 ribu

Penilaian sesuai preferensi saya buat makaroni ordinary rasa asin Ngehe vs Cuck: 

Tempat jualan 1 - 0
Packaging 2 - 0
Sendok plastik 2 - 1
Tekstur makaroni 2 - 2 
Rasa 2 - 3

Intinya, buat saya, kalau soal makaroni rasa asin, Cuck yang menang. Viva daun jeruk!

Eh.. emang pake daun jeruk? Wkakaka..

Yah, semuanya punya kekurangan dan kelebihan. Begitupun kita.

Kreseknya Ngehe merah (kiri) - Cuck putih (kanan)

Kemasan Cuck - staples


Sendoknya tugel :( gara-gara masuk tas 

Kemasan Ngehe. Tutupnya plastik elastis. Nggak kelihatan kalau sudah diambil satu makaroni